Ilustrasi gbr. Republika.co.id |
Dewasa ini, kita sudah mengetahui begitu banyak kemiskinan di sekitar kita. Terkadang kita berfikir bagaimana caranya agar bisa membentu mereka yang lagi kesusahan? Apakah pemerintah bisa mengatasi kemiskinan yang sudah sangat memprihatinkan? Hal semacam inilah yang seharusnya pemerintah lebih memperhatikan rakyat kecilnya. Sepanjang dapat kita telusuri kembali kemiskinan tidak membuat mereka putus asa, dengan keadaan ekonomi mereka yang terbatas membuat mereka berjuang keras mencari kerja, untuk membiayai kebutuhan keluarganya.
Menjadi seorang pemecah batu tidaklah gambang, dari yang usia yang 11 tahun sampai usia 50 tahun ke atas mereka sudah melakoni pekerjaan sebagai pemecah batu. Seperti kata orang bijak, batu terasa tak keras ketika kesulitan ekonomi membelit. Boleh jadi, kalimat itulah yang menjadi pemicu sejumlah kaum hawa di desa buluri yang melakukan pekerjaan sebagai pemecah batu.
Tidak kurang dari 10 orang yang pekerja batu ini menjadi pengusaha yang sukses.Ibu Nurdiah adalah seorang pekerja sebagai pemecah batu, Bagi sebagian orang pekerjaan berat mengangkut dan memecah batu merupakan pekerjaan laki-laki. Namun, beliau yang berumur 51 tahun bekerja sebagai pengumpul batu sekaligus pemecah batu bekerja selama 10 tahun hingga sekarang. Di usianya yang sekarang ini ibu Nurdiah tidak pantang menyerah melakukan pekerjaan ini yang seharusnya di lakukan laki-laki, tapi ibu Nurdiah tetap semangat menjalaninya. Di ceraikan oleh suaminya tidak membuat beliau pantang menyerah dalam menghidupi keluarganya.
Aktivitas ibu Nurdiah dan pekerja lainnya pemecah batu sendiri dimulai sejak pukul 07.00 WIB hingga sore hari. Mereka mengambil batu di pinggiran Sungai anyolo yang berada dekat dengan tempat tinggalnya.Batu yang ibu ambil dari pingiran sungai itu dibawa ke palu untuk di kelolah kembali. (Hari sabtu pukul 10.15 tanggal 24 Maret 2012, lokasi di sungai anyolo kelurahan buluri kac. Palu Barat wilayah pertambangan rakyat yang luasnya 780 hektar).
Ibu Nurdiah mempunyai 6 orang anak dan 13 cucu. Ibu mempunyai seorang suami yang bernama Abdullah berumur 53 tahun. dalam kisah hidup ibu Nurdiah dalam menjalani kehidupannya entah kehidupan pribadinya, atau dalam bekerja demi menghidupi anak-anaknya atau cucunya, sangat berat dalam menghadapi semua ini. Dalam sejarah memulai pekerjaannya sebagai pemecah batu berawal dari kaka ibu Nurdiah yang bernama Abdullah hakim, sewaktu beliau masih mudah, ibu nurdiah mendapat tawaran dari kakaknya bekerja sebagai pemecah batu. Ibu Nurdiah berfikir dari pada nganggur di rumah lebih baik menerima tawaran kerja sebagai pemecah batu. Dalam pekerjaannya ini ibu nurdiah sangat sabar menjalani semuannya walaupun terkadang banyak cobaan yang selalu di hadapi ibu nurdiah.
Kesendirian Ibu Nurdiah yang sekarang suaminya tidak tinggal bersama ibu melainkan tinggal bersama istri keduanya. Ibu nurdiah hanya bisa pasrah menjalani semua ini. Terkadang sehari dalam seminggu suami ibu pulang kerumah menjenguk cucunya dan hanya memberikan ibu uang sebanyak seratus ribu. Sebagian anak dan cucunya tinggal bersama ibu Nurdiah, anak pertama ibu meninggal di saat ibu Nurdiah melahirkan. Dan anak kedua sampai dengan anak ke enam sudah menikah, dan anak ibu Nurdiah yang bernama ira bekerja sebagai penjual ikan di bagian biromaru. Dan terkadang untuk menambah penghasilan ibu biasanya membantu anaknya menjual ikan.
Di tengah kondisi itulah mereka makin menderita. Hidup di antara himpitan ekonomi sementara mereka tak tahu hendak mengadu ke mana. Adakah Anda bisa merasakan derita mereka? Siapa yang akan mendengar keluhan mereka.
Dalam pekerjaan sebagai pemecah batu terkadang ibu Nurdiah mendapat Harga dua kubik hanya sebesar Rp 70.000 Sejatinya, harga dua kubik itu dalam seminggu mendapatkan Rp 140.000 penghasilannya terkadang tidak cukup hanya bergantung kepada mobil yang datang membeli batu, tapi kalau mobil tidak datang ibu Nurdiah tidak bisa menjual batu. ibu Nurdiah khwatir bagaimana cara mencari kebutuhan lainnya.
Dengan mencukupi semuanya ibu Nurdiah berusaha membagi waktunya dengan membantu anaknya menjual ikan di biromaru. Dengan hasil yang di dapatkan dari menjual ikan ibu Nurdiah bisa membeli beras, lauk, dan kebutuhan lainnya. Ada juga bantuan dari BLT yang di berikan kepada ibu Nurdiah sebesar Rp 300.000. Sebagaian uang di berikan untuk membeli beras dan kebutuhan lainnya.
Dalam menjalani pekerjaanya ini biasanya ibu Nurdiah membawa bekal hanya sebotol air dan nasi goreng saja. Dikala matahari sudah begitu panas, waktunya istrahat sejenak di gubuk kecilnya. Ibu Nurdiah hanya bisa menyantap makanan yang dia bawa. teriknya matahari tidak membuat ibu Nurdiah putus asa dalam melakoni pekerjaannya,. Dengan di temani cucunya ibu Nurdiah bersemangat dan bersabar menjalaninya. Kebutuhan ekonominya yang sangat berat, membuat ibu Nurdiah bekerja keras demi membahagiakan keluarganya. Dengan semua tantangan yang ia lalui membuat ibu Nurdiah semakin antusias mengumpulkan uang untuk keluaraganya.
Terkadang Masyarakat yang perekonomiannya kurang memadai seringkali merupakan kelompok yang tidak berdaya baik karena hambatan internal dari dalam dirinya maupun tekanan eksternal dari lingkungannya. Kehadiran pemerintah dengan memberikan balabantuan kepada merekan memberikan perubahan yang begitu bermanfaat bagi mereka dan turut terlibat membantu memecahkan persoalan yang dihadapi mereka.
Dengan keadaan dimana terjadi ketidakmampuan untuk memenuhi kebutuhan dasar seperti makanan , pakaian , tempat berlindung, pendidikan, dan kesehatan, dengan saran yang seharusnya pemerintah lebih memperhatikan semua ini. Dan dari kisah ini kita semua seharusnya sadar akan pentingnya suatu kehidupan yang di mana terdapat kesusahan, kesenangan, dll. Dan dapat membangun jiwa kepedulian terhadap sesamanya. Maka sudah seharusnya kita menyadari mencari pekerjaan itu tidaklah gampang.
Kutipan terakhir gunakanlah kemampuanmu dikala kau masih muda sebelum datang masa tuamu. silvana FISIP UNTAD
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
TERIMA KASIH ATAS KOMENTARNYA